(Ananda Dimitri, Denpasar) Kali ini saya membaca buku tentang Panca Sraddha, kemudian saya menuliskan kembali, dengan ditambah beberapa opini saya sendiri.
Panca Sraddha merupakan konsep filosofis Hindu mengenai suatu keyakinan yang sebaiknya betul-betul dihayati tentang adanya lima hal :
(1)yakin tentang adanya Brahman dan/atau Atman
(2)yakin tentang adanya Hukum Karma
(3)yakin tentang adanya Punarbhawa
(4)yakin tentang adanya Avatara
(5)yakin tentang adanya Moksa,
karena dengan hanya menghayati Panca Sraddha secara giat dan tekun melatih diri, manusia sudah bisa menghilangkan keterikatannya terhadap banyak hal duniawi. Mohon jangan keliru tentang anjuran agar 'tidak terikat' ini. Untuk contoh saya pikirkan hal berikut. Sudah kewajiban kita untuk memelihara badan agar sehat, awet muda dan nampak indah dengan pasokan makanan sehat, berolah raga, yoga dll. Sehingga badan dapat dipakai sebagai alat bekerja dalam jangka usia sepanjang mungkin. Ini akan bermanfaat bagi kita sendiri dan bagi orang-orang di sekitar kita. Tetapi kita wajib memupuk kesadaran agar tidak terikat pada badan tsb bahwa sudah hukum alam badan akan menua, keriput bahkan kita semua akan mati. Itu semua harus dapat dijalani dengan ikhlas dan hepi saja, tanpa rasa kuatir dan takut.
Demikian juga mengenai kekayaan. Semakin banyak anda punya harta yang murni didapat dari hasil kerja anda adalah semakin bagus. Masalahnya anda jangan sampai terikat pada harta anda. Mempunyai bukan berarti langsung terikat pada apa yang dipunyai. Itu merupakan dua hal yang sangat berbeda, dan berbahagialah orang yang sudah bisa menghayati perbedaannya. Bagaimanakah memperoleh kesadaran yang demikian? Disinilah peran
berbagai falsafah agama, yang salah satunya adalah Panca Sraddha.
Artinya, Konsep Panca Sraddha, setelah dihayati harus bisa diterapkan dalam hidup dan dipraktekkan dengan disiplin agar dapat menghantar manusia kepada kesadaran Atman - Brahman, yang kemudian mampu melepaskan keterikatan terhadap badan/ tubuh dan alam sekala. Mungkin pula akhirnya bisa membawa manusia pada tujuan hidup Moksa, yang adalah bersatunya Atman dan Brahman, mikrokosmos dengan makrokosmos, baik dalam kehidupan yang sedang dijalani sekarang ini maupun kelak setelah menanggalkan badan (bayangkan persamaannya seperti menanggalkan baju). Secara sederhana dikatakan, bila kita mengerti, meyakini, menghayati dan mengikuti Panca Sraddha, akan membuat kita puas, bahagia dan tenteram di hati. (Ini 100% saya setuju).
Ketika di bangku sekolah, oleh para guru, saya diberi bayangan (atau begitulah yang mampu saya tangkap) bahwa Moksa hanya dapat dicapai ketika atman meninggalkan badan, dengan ciri badan lenyap langsung menyublim terurai menjadi unsur Panca Maha Butha. Itu pastilah peristiwa yang hebat sekali, demikian pikiran saya waktu itu. Seperti ceritera Dukuh Pahang Suladri dalam Babad Arya Wang Bang Pinatih, yangmana ternyata Sang Dukuh bisa Moksa dan ini disaksikan oleh rakyat Kerajaan Kerthalangu. Kini, setelah banyak baca dan mendengar sana sini, ternyata dikatakan bahwa peristiwa bersatunya Atman dengan Brahman/ Paramaatman dapat terjadi dalam menjalani di kehidupan saat ini, walau pun mungkin terhubungnya penyatuan itu sesaat-sesaat; mungkin ketika meditasi/ sadhana ya? Wah kalau benar demikian, ini akan lebih hebat lagi. Membuat saya terus bertanya, apa orang-orang duniawi seperti kita akan mampu bermeditasi seperti itu? Seberapa disiplin kita harus berlatih agar bisa mencapai hal itu?
Yang jelas kita diingatkan dan didorong terus untuk mencapai tujuan hidup itu. Masa kini, berbicara mengenai 'pembebasan' atau Moksa, kenyataannya belum banyak orang berminat merintis jalan hidup ke arah itu. Membicarakan Moksa saja kadang-kadang dianggap mengulas hal yang berlebihan, bahkan cenderung dianggap hal yang tidak mungkin dicapai. Namun setidaknya, dengan adanya usaha ke arah itu, diharapkan bisa diperoleh kebebasan dari beberapa keterikatan duniawi sebagai suatu kemajuan dalam tahapan kehidupan spiritual. Siapa tahu dalam praktek sadhana, kita bisa terhubungkan sesaat dan merasakan bahagianya Moksa sesaat. (Maaf kalau ada yang tidak sependapat, mungkin Anda benar saya ngelantur).
Lalu bagaimana memanfaatkan Panca Sraddha demi mengikis keterikatan pada tahap-tahap awal? Rupanya ini memerlukan uraian yang cukup panjang. Misalnya pada Sraddha pertama, diharapkan sering-seringlah mengingatkan diri bahwa kita adalah Atman, makhluk spiritual yang sedang mengembara singkat di bumi dengan cara diberikan badan sementara. (Ambil contoh pada panjang hidup usia seorang manusia, misalnya 70 tahun, itu sama dengan 25.550 hari dan, ternyata tidak banyak hari ya?) Tiap pagi atau sore saat berada di depan cermin untuk sisiran sehabis mandi, pandanglah badan dengan seksama. Sadarilah bahwa pada kelahiran ke dunia kali ini (Punarbhawa) kita diberikan badan dengan bentuk begini. Dengan badan diandaikan sebuah alat, kita bisa bekerja, menikmati alam dunia, merasakan sakit dll. Meningkatkan kesadaran atas Atman saja, membutuhkan perenungan panjang agar pengertian tentang hal itu bisa diserap secara perlahan dan semakin hari semakin dapat meyakinkan diri kita sendiri atas eksisnya Atman ini. Jadi untuk uraian Panca Sraddha agar dapat dipraktekkan secara praktis oleh tiap orang, membutuhkan halaman-halaman perenungan tersendiri.
Judul lukisan: Topeng-topeng, oleh Ananda Dimitri, acrylic diatas dril abu-abu, ukuran : 60 X 70 (1994)
Judul lukisan: Ngaben, oleh Ananda Dimitri, acrylic di atas canvas, ukuran : 60 X 80 (1995)
Panca Sraddha merupakan konsep filosofis Hindu mengenai suatu keyakinan yang sebaiknya betul-betul dihayati tentang adanya lima hal :
(1)yakin tentang adanya Brahman dan/atau Atman
(2)yakin tentang adanya Hukum Karma
(3)yakin tentang adanya Punarbhawa
(4)yakin tentang adanya Avatara
(5)yakin tentang adanya Moksa,
karena dengan hanya menghayati Panca Sraddha secara giat dan tekun melatih diri, manusia sudah bisa menghilangkan keterikatannya terhadap banyak hal duniawi. Mohon jangan keliru tentang anjuran agar 'tidak terikat' ini. Untuk contoh saya pikirkan hal berikut. Sudah kewajiban kita untuk memelihara badan agar sehat, awet muda dan nampak indah dengan pasokan makanan sehat, berolah raga, yoga dll. Sehingga badan dapat dipakai sebagai alat bekerja dalam jangka usia sepanjang mungkin. Ini akan bermanfaat bagi kita sendiri dan bagi orang-orang di sekitar kita. Tetapi kita wajib memupuk kesadaran agar tidak terikat pada badan tsb bahwa sudah hukum alam badan akan menua, keriput bahkan kita semua akan mati. Itu semua harus dapat dijalani dengan ikhlas dan hepi saja, tanpa rasa kuatir dan takut.
Demikian juga mengenai kekayaan. Semakin banyak anda punya harta yang murni didapat dari hasil kerja anda adalah semakin bagus. Masalahnya anda jangan sampai terikat pada harta anda. Mempunyai bukan berarti langsung terikat pada apa yang dipunyai. Itu merupakan dua hal yang sangat berbeda, dan berbahagialah orang yang sudah bisa menghayati perbedaannya. Bagaimanakah memperoleh kesadaran yang demikian? Disinilah peran
berbagai falsafah agama, yang salah satunya adalah Panca Sraddha.
Artinya, Konsep Panca Sraddha, setelah dihayati harus bisa diterapkan dalam hidup dan dipraktekkan dengan disiplin agar dapat menghantar manusia kepada kesadaran Atman - Brahman, yang kemudian mampu melepaskan keterikatan terhadap badan/ tubuh dan alam sekala. Mungkin pula akhirnya bisa membawa manusia pada tujuan hidup Moksa, yang adalah bersatunya Atman dan Brahman, mikrokosmos dengan makrokosmos, baik dalam kehidupan yang sedang dijalani sekarang ini maupun kelak setelah menanggalkan badan (bayangkan persamaannya seperti menanggalkan baju). Secara sederhana dikatakan, bila kita mengerti, meyakini, menghayati dan mengikuti Panca Sraddha, akan membuat kita puas, bahagia dan tenteram di hati. (Ini 100% saya setuju).
Ketika di bangku sekolah, oleh para guru, saya diberi bayangan (atau begitulah yang mampu saya tangkap) bahwa Moksa hanya dapat dicapai ketika atman meninggalkan badan, dengan ciri badan lenyap langsung menyublim terurai menjadi unsur Panca Maha Butha. Itu pastilah peristiwa yang hebat sekali, demikian pikiran saya waktu itu. Seperti ceritera Dukuh Pahang Suladri dalam Babad Arya Wang Bang Pinatih, yangmana ternyata Sang Dukuh bisa Moksa dan ini disaksikan oleh rakyat Kerajaan Kerthalangu. Kini, setelah banyak baca dan mendengar sana sini, ternyata dikatakan bahwa peristiwa bersatunya Atman dengan Brahman/ Paramaatman dapat terjadi dalam menjalani di kehidupan saat ini, walau pun mungkin terhubungnya penyatuan itu sesaat-sesaat; mungkin ketika meditasi/ sadhana ya? Wah kalau benar demikian, ini akan lebih hebat lagi. Membuat saya terus bertanya, apa orang-orang duniawi seperti kita akan mampu bermeditasi seperti itu? Seberapa disiplin kita harus berlatih agar bisa mencapai hal itu?Yang jelas kita diingatkan dan didorong terus untuk mencapai tujuan hidup itu. Masa kini, berbicara mengenai 'pembebasan' atau Moksa, kenyataannya belum banyak orang berminat merintis jalan hidup ke arah itu. Membicarakan Moksa saja kadang-kadang dianggap mengulas hal yang berlebihan, bahkan cenderung dianggap hal yang tidak mungkin dicapai. Namun setidaknya, dengan adanya usaha ke arah itu, diharapkan bisa diperoleh kebebasan dari beberapa keterikatan duniawi sebagai suatu kemajuan dalam tahapan kehidupan spiritual. Siapa tahu dalam praktek sadhana, kita bisa terhubungkan sesaat dan merasakan bahagianya Moksa sesaat. (Maaf kalau ada yang tidak sependapat, mungkin Anda benar saya ngelantur).
Lalu bagaimana memanfaatkan Panca Sraddha demi mengikis keterikatan pada tahap-tahap awal? Rupanya ini memerlukan uraian yang cukup panjang. Misalnya pada Sraddha pertama, diharapkan sering-seringlah mengingatkan diri bahwa kita adalah Atman, makhluk spiritual yang sedang mengembara singkat di bumi dengan cara diberikan badan sementara. (Ambil contoh pada panjang hidup usia seorang manusia, misalnya 70 tahun, itu sama dengan 25.550 hari dan, ternyata tidak banyak hari ya?) Tiap pagi atau sore saat berada di depan cermin untuk sisiran sehabis mandi, pandanglah badan dengan seksama. Sadarilah bahwa pada kelahiran ke dunia kali ini (Punarbhawa) kita diberikan badan dengan bentuk begini. Dengan badan diandaikan sebuah alat, kita bisa bekerja, menikmati alam dunia, merasakan sakit dll. Meningkatkan kesadaran atas Atman saja, membutuhkan perenungan panjang agar pengertian tentang hal itu bisa diserap secara perlahan dan semakin hari semakin dapat meyakinkan diri kita sendiri atas eksisnya Atman ini. Jadi untuk uraian Panca Sraddha agar dapat dipraktekkan secara praktis oleh tiap orang, membutuhkan halaman-halaman perenungan tersendiri.Judul lukisan: Topeng-topeng, oleh Ananda Dimitri, acrylic diatas dril abu-abu, ukuran : 60 X 70 (1994)
Judul lukisan: Ngaben, oleh Ananda Dimitri, acrylic di atas canvas, ukuran : 60 X 80 (1995)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar